MAKALAH
‘’PRO
DAN KONTRA UN’’
Diajukan
Untuk Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu pendidikan
Dosen pengampu: Dicky surachman. M. Pd.i
DISUSUN
OLEH:
Nurjanah
NIM: 050113.1031
FKIP
PGSD Semester 3 (A)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Pro dan Kontra Ujian Nasional untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
Makalah Pro
dan Kontra ini berisikan tentang sejarah
awal munculnya Ujian Nasional diindonesia, pelaksanaan UN diindonesia, mandated
examination, makna dan peranan assessment dan studi kasus di lapangan pada
sekolah pilar indonesia (SPI) di kawasan cibubur, jakarta.
Saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari
bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna
itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima
kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita
semua.
Cirebon, 05
Februari 2015
|
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................................
i
DAFTAR
ISI........................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.......................................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.................................................................................................................
1
B. Rumusan
Masalah.......................................................................................................... 3
C. Tujuan
.............................................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN.............................................................................................................
4
A. Sejarah
Ujian Nasional
....................................................................................................
4
B. Pelaksanaan
UN di
Indonesia..........................................................................................
5
C. Mandated
Examination...................................................................................................
7
D. Makna
dan Peranan
Assessment.................................................................................... 9
E. Studi
Kasus.................................................................................................................... 10
BAB III
PENUTUP................................................................................................................. 12
A. Kesimpulan................................................................................................................... 13
B. Saran............................................................................................................................ 13
DAFTAR
PUSAKA............................................................................................................... 14
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Apa
yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar istilah “Ujian Nasional?”
Ya, Ujian Nasional (UN) tentu sudah tidak asing di telinga para
pelajar, orang tua, guru dan pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam dunia
pendidikan. Masyarakat umumseringkali menafsirkan UN sebagai bagian akhir dari
proses panjang pada satuan pendididikan tertentu sebelum mereka dapat melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebihtinggi. Sebelum melaksanakan UN, para siswa juga
harus menjalani serangkaian bentuk ujian yang nantinya hasil dari
ujian-ujian tersebut dapat digunakan sebagai acuan apakahsiswa tersebut lulus
atau tidak. Penyelengaraan UN ternyata banyak memunculkan pro dan kontra baik
dilingkungan internal pendidikan maupun di lingkungan eksternal pendidikan.
Yusuf, S.E.(2008),menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar seperti UN tidak
dapat mencapai tujuan pendidikan nasional
karena tingkah laku peserta didik dipengaruhi
oleh materi yang akandiujikan. Jika yang diujikan adalah kumpulan
hapalan pengetahuan maka mereka hanyaakan belajar materi yang diujikan dan
mengabaikan berbagai pengalaman belajar yangtidak termasuk bahan ujian.
Munculnya
perbedaan pendapat mengenai UN ternyata, disadari atau tidak,memicu kegelisahan
dalam diri para peserta didik. Kegelisahan ini juga dirasakan olehseluruh warga
sekolah, mulai dari siswa, guru, staf, kepala sekolah bahkan orang tua
siswa.Pihak orang tua dan sekolah berupaya keras agar anak dan siswanya dapat
lulus UN (bahkan ada beberapa pihak yang ekstrim menyatakan “yang penting
lulus, apapuncaranya”). Para guru pun lebih terfokus untuk mengajarkan
materi-materi yang munculdalam UN agar siswanya lulus 100% sehingga menghambat
kreativitas para pengajar untuk menyediakan pembelajaran yang kreatif bagi
para peserta didik. Lantas, apakah inigambaran pendidikan Indonesia yang ingin
dicapai pada masa awal kemerdekaanIndonesia?
|
Kita akan menilik sejenak pada tujuan pendidikan nasional yang
tersirat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “...mencerdaskan
kehidupan bangsa...”.Bangsa yang cerdas direpresentasikan melalui profil warga
negara yang cerdas. Warganegara yang cerdas merupakan pribadi yang tidak hanya
cerdas secara kognitif tetapi juga mencerminkan nilai-nilai yang terdapat dalam
dasar negara Indonesia, Pancasila. Nilai-nilai yang dimaksudkan adalah:
1. Sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan pribadi yangmendasarkan
pengetahuannya sebagai wujud pengakuannya terhadap TuhanYang Maha Esa.
2.
Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
mencerminkan pribadi yang mampu bersikap adil dan memanusiakan manusia lainnya.
3.
Sila
ketiga, Persatuan Indonesia, mencerminkan pribadi yang menunjung tinggi
persatuan bangsa diatas kepentingan pribadi.
4.
Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mencerminkan pribadi yang mampu
mewujudnyatakan hikmat dan kebijaksanaan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
5.
Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, mencerminkan pribadi yang menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan seluruh umatmanusia
terutama bangsanya.
Profil manusia
Indonesia yang cerdas tentu saja perlu dikembangkan dengan menyediakan
pembelajaran yang tidak hanya menekankan aspek kognitif tetapi juga
aspek afektif dan psikomotorik. United Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization (UNESCO) merekomendasikan lima pilar dasar
pembelajaran yangsebaiknya diterapkan oleh seluruh program
pendidikan, yaitu:
1. Learning to know.
Setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri
pengetahuannya dengan cara mengintegrasikan pengetahuan asli yang dimiliki
dengan pengetahuan yang berasal dari luar.Dengan
demikian, peserta didik akan berpikir kritis untuk
memaknai pembelajarannya.
2. Learning to do.Peserta
didik memiliki kemampuan dan kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang sudah ia
pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mengaplikasikan tetapi
juga dapat mengembangkan teori atau konsepintelektualitasnya.
3. Learning to live together.
Peserta didik menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari komunitas, masyarakat lokal maupun global dan ia mempunyai peran
untuk dapat bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
4.
|
Learning to be. Pembelajaran sebaiknya
membuka kesempatan kepada siapasaja untuk dapat mengembangkan potensi dirinya
sehingga setiap individu dimampukan untuk belajar, mencari tahu, membangun dan
mengunakan pengetahuannya untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Pendidikan ukan untuk memenuhi
tujuan pemerintah atau hanya sekear mencetak ilmuwan-ilmuwan.
5. Learning to transform oneself and society.
Peserta didik menyadarikebutuhannya untuk terus belajar sepanjang hayat sebagai
bentuk transformasidiri dan berkontribusi dalam masyarakat.
Dalam rangka mengevaluasi pembelajaran yang sudah dilakukan di seluruh Indonesia
dan mengacu pada tujuan pendidikan nasional, pemerintah menyusun suatumodel evaluasi.
Model evaluasi yang diterapkan saat ini, Ujian Nasional, dikatakan sebagaisalah
satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia.Makalah ini akan memaparkan sejarah sistem ujian akhir yang pernah
dan masihditerapkan di Indonesia, bagaimana pelaksanaannya, pelaksanaan UN
sebagai salah satu bentuk mandated examination,makna dan
peranan assessment dalam proses pembelajaranserta menilik persiapan UN
yang dilakukan oleh salah satu sekolah swasta di Jakarta.
- Rumusan Masalah
- Bagaimana Sejarah UN di Indonesia?
- Bagaimana Pelaksanaan UN di Indonesia?
- Apa yang dimaksud Mandated Examation?
- Apa Saja Makna dan Peranan Assessment?
- Bagaimana Study Kasus di Lapangan?
- Tujuan
- Agar
Kita Mengetahui Sejarah UN di Indonesia.
- Agar
Kita Mengetahui Pelaksanaan UN di Indonesia.
- Agar
Kita Mengetahui Mandated Examation.
-
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan berlandaskan pada tujuan negara untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah berusaha menyediakan pendidikan yang berkualitas kepada seluruh warga
negara Indonesia. Pendidikan yang berkualitas diharapkan tersebar merata dari
Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk
menetapkan dan memantau standar pendidikan secara nasional. Salah satu upaya
yang dilakukan adalah mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan. UU Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan
sebagai bentuk akuanttabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Evaluasi tersebut dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk
menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
A.
Sejarah Ujian Nasional
Ujian Nasional
(UN) merupakan sistem ujian akhir nasional yang berlaku diIndonesia saat ini.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2007, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik
secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam pelaksanaannya, sistem ujian
akhir memang tidak pernah lepas dari evaluasi dan penyempurnaan. Sejarah mencatat beberapa kali perubahan sistem ujian hingga saat inikita
mengenalnya sebagai UN.
1.
Tahun 1965-1971. Sistem ujian akhir yang
dilaksanakan disebut Ujian Negaradan berlaku untuk semua mata pelajaran. Pada
periode ini, ujian masih tersentralisasi sehingga pelaksanaannya masih ditetapkan
oleh pemerintah pusat.
2.
Tahun 1972-1979. Pada periode ini, ujian negara
dihapuskan dan diganti dengan ujian sekolah. Sistem ini memberikan kewenangan
pada tiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan
pemrosesan hasil pun diserahkan kepada pihak sekolah. Peran
pemerintah pusat hanya menyusundan mengeluarkan pedoman ujian yang
bersifat umum.
3.
|
Tahun 1980-2000 diberlakukan Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional (EBTANAS). Sistem ini diterapkan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu
pendidikan serta memperoleh indikator (nilai) yang bermakna “seragam” agar
dapat menjadi bahan perbandingan antar sekolah. Dalam menyelenggarakan, Ebtanas
disarankan mempunyai banyak kelemahan baik dari segi
akademis maupun teknis penyelenggaraan. Kelemahan-kelemahanyang dijumpai,
antara lain: (a) ketidak mampuan mengukur pencapaian prestasiakademik secara
komprehensif, (b) pengujian dilakukan secara temporal dandalam waktu yang
singkat, (c) proses pembelajaran tereduksi dan hanya berorientasi pada Ebtanas
dan (d) Ebtanas hanya mampu mengumpulkan informasi terkait dengan
kemampuan kognitif saja.
4.
Tahun 2001-2004. Mengingat kelemahan-kelemahan
yang muncul akibat Ebtanas, pada periode ini sistem ujian akhir diganti dengan
Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol antara Ebtanas dengan UAN
yang ada pada cara menentukan kelulusan siswa. Dalam Ebtanas, kelulusan siswaditentukan
oleh kombinasi antara nilai semester I, nilai semester II dan nilai Ebtanas
murni. Sedangkan dalam UAN, kelulusan siswa ditentukan oleh nilaimata pelajaran
secara individual.
5.
Tahun 2005-sekarang. Untuk mendorong tercapainya
wajib belajar yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan
ujian nasional untuk tingkat SMP danSMA atau sederajat.
Sedangkan untuk tingkat SD atau sederajat Ujian Akhir Sekolah Berstandar
Nasional (UASBN) baru diterapkan pada tahun 2008 dankini nama yang digunakan
adalah UN.
B. Pelaksanaan UN di Indonesia
UN dilaksanakan satu tahun sekali
menjelang akhir tahun ajaran. Untuk tingkat SMA dan SMP, UN diselenggarakan
sekitar bulan April sedangkan untuk tingkat SD diselenggarakan sekitar bulan
Mei. UN merupakan salah satu komponen yang menentukankelulusan peserta didik
dari satuan pendidikan tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri No.59 tahun
2011, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah:
1. menyelesaikan
seluruh program pembelajaran.
2. memperoleh
nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok
mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan.
3. lulus
ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan danteknologi.
4. lulus
UN.
|
Kriteria kelulusan UN sendiri sempat mengalami beberapa kali
perubahan. Nilai UN merupakan salah satu komponen dalam perhitungan nilai akhir
(NA) selain nilaisekolah (NS). Berdasarkan peraturan menteri di
atas, pada tahun ajaran 2011/2012, peraturan NA ditetapkan oleh
satuan pendidikan dalam rapat dewan guru (untuk SD dansederajat)
atau dikembangkan oleh Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP)
danditetapkan oleh menteri (untuk SMP, SMA dan sederajat). NA merupakan
gabungan 40 % NS dari mata pelajaran yang diuji nasionalkan
dan 60% nilai UN. Sedangkan peserta
didik SMP atau SMA dan sederajat dinyatakan lulus UN jika nilai rata-rata
dari semua NAminimal 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran minimal
4,0. Standar kelulusan ini sempatdikritisi oleh pakar pendidikan,
Prof. Dr. Arief Rachman, M.Pd. Beliau mengemukakan bahwa dalam
penetapan nilai ujian nasional rata-rata daerah harus
dipertimbangkan karena jika kita mengacu pada standar mutu internasional,
faktor keadilan (dalam hal ini nilai rata-rata daerah) harus dipertimbangkan.
Informasi mengenai hasil UN kemudian
digunakan sebagai umpan balik bagi semua stakeholders untuk memperbaiki
pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Sedangkan bagi sekolah, data hasil UN disajikan dalam statistik deskriptif guna
mengklasifikasikan kemampuan sekolah. Berikut ini adalah tabel klasifikasi
sekolah berdasarkan hasil UN yang disajikan oleh Tim Balitbang Kemendiknas
(2010).
No
|
Kriteria
|
Hasil UN
|
1
|
Baik Sekali (A)
|
Rerata nilai UN>7,50
|
2
|
Baik (B)
|
6,50<Rerata nilai UN ≤ 7,50
|
3
|
Sedang (C)
|
5,50 < Rerata nilai UN ≤ 6,50
|
4
|
Kurang (D)
|
4,50 < Rerata nilai UN ≤ 5,50
|
5
|
Kurang sekali (E)
|
Rerata nilai UN ≤ 4,50
|
Sebuah opini yang ditulis oleh Yusuf,
I. dalam kompas.com (2008) memberikan pendapat bahwa keberhasilan pendidikan yang ditunjukkan oleh angka statistik keberhasilan
UN sebenarnya semu. Ada dua hal penting terkait pelaksanaan UN, yaitu
persentase yaitu persentase dan target kelulusan yang akan dicapai sekolah seharusnya berjalan beriringan
dengan kejujuran dalam pelaksanaannya. kedua hal tersebut nampaknya sulit
untuk berjalan beriringan mengingat masih banyak keterbatasan sarana-prasarana dan sumber daya
manusia di berbagai daerah. Aplikasinya, sekolah cenderung memilih target
kelulusanyang tinggi atau 100% dibandingkan memperjuangkan nilai kejujuran
karena padakenyataannya, kualitas (prestise) sebuah sekolah dilihat dari
seberapa tinggi tingkatkelulusan sekolah tersebut.
Di tengah berbagai polemik yang
muncul terkait penyelenggaraan UN, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Muhammad
Nuh) menyatakan bahwa pemerintah akan tetap melaksanakan UN yang baik dan
kredibel. Terdapat empat kunci keberhasilan UN yang baik dan kredibel,
yaitu:
1. UN
dijamin kerahasiaan dan keamanannya. Jika berkas bocor atau hilang maka kredibilitas
UN dipertaruhkan.
2. Distribusi
tepat waktu, tepat jumlah dan tepat bahan yang diujikan.
3.
|
Kelancaran pelaksanaan UN dengan cara meminimalisir terjadinya
kesalahan, seperti kesalahan soal.
4. Sistem
evaluasi harus dipastikan agar nilai rapor bisa menjamin bahwa nilaitersebut
mencerminkan kemampuan peserta didik yang bersangkutan.
Jika keempat poin tersebut
dilakukan maka fungsi pelaksanaan UN dapat terwujud. Fungsi tersebut adalah
untuk mengukur dan menilai pencapaian kompetensi lulusan dalam mata pelajaran
tertentu, untuk memetakan mutu pendidikan Indonesia pada tingkat dasar dan
menengah, dan untuk memotivasi pihak-pihak terkait untuk bekerja lebih baik
guna mencapai hasil ujian yang baik.
C. Mandated Examination
Tidak
hanya Indonesia, negara-negara di belahan dunia lainnya jugamenyelenggarakan UN
pada tingkat sekolah dasar dan (sebagian) menengah. UNmerupakan salah satu
bentuk mandated examination (ujian yang diamanatkan atau
di bawah pengawasan) yang didesain untuk menggambarkan tingkat
pencapaian keseluruhansistem pendidikan, bukan pencapaian individu tertentu.
Menurut Miller (2009), mandated examination memiliki beberapa
kegunaan, yaitu:
1. Hasil
ujian dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan pendidikan untuk mendeteksi
kelemahan yang dimiliki.
2. Sebagai
alat untuk melakukan perubahan dalam bidang pendidikan.
3. kondisi
terkini dan kemajuan peserta didik serta kualitas sekolah.
4. Memberikan
hasil ujian yang akuntabel guna memotivasi guru dan pesertadidik untuk berusaha
lebih baik.
Meskipun memiliki banyak
kegunaan, tidak sedikit pula pihak-pihak yang mengkritik pelaksanaan ujian
negara. Kritik yang muncul menyebutkan bahwa ujian dapat menimbulkan kecemasan,
mengganggu konsep diri peserta didik, mengkotak-kotakkan peserta
didik dan seringkali peserta didik membuat “ramalan” sendiri atas
hasil ujian yang akan diterimanya. Kritik ini seharusnya ditujukan kepada para
pengguna hasil ujian, bukan kepada ujian itu sendiri karena ujian dimaksudkan
untuk membantu peserta didik meningkatkan dan mengembangkan
pembelajarannya.
Motivasi pelaksanaan ujian negara
memang tidak selalu tersampaikan dengan jelas. Namun demikian, pelaksanaan ujian di beberapa negara memuat beberapa motivasi(Kellaghan
dan Greaney, 2001).
1. Untuk
meningkatkan standar pendidikan (beberapa negara menganggap standar pendidikan mereka perlu ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan lapangankerja).
2. Untuk
mempertahankan standar pendidikan yang sudah dimiliki.
3. Untuk
memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengambilkeputusan terkait
dengan alokasi sumber daya pembelajaran untuk sistem pendidikan secara umum, sekolah-sekolah yang memiliki karakteristik khususdan
sekolah berprestasi.
4.
|
Untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk
menetapkanakuntabilitas prestasi belajar peserta didik.
5. Ujian
negara dilakukan sebagai bagian dalam gerakan modernisasi, (mungkin)di bawah
pengaruh pemberi modal, yang tidak terlalu memperhatikankesinambungan dan tidak
memahami bagaimana memanfaatkan informasi yangdiperoleh.
6. Untuk
mengubah keseimbangan pengawasan dalam sistem pendidikan.
7. Untuk
mengimbangi lemahnya praktek penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh para
guru.
Terlepas dari motivasi apapun
yang menyertai di balik penyelenggaraannya, ujian dapat menjadi cara ampuh
untuk mempengaruhi kualitas guru mengajar dan peserta didik belajar di sekolah.
Selain lebih murah, cara ini juga dianggap lebih mudah karena bisa di instruksikan
oleh pihak luar sekolah (contohnya pemerintah). Hasil ujian yang dapatdilihat
dan diwartakan secara rutin oleh media juga menjadi salah satu alasan
penerapanujian negara. Ebel (1980) juga menyebutkan beberapa konsekuensi yang
mungkin muncul jika ujian tidak dilakukan, yaitu:
1. Dorongan
dan penghargaan atas usaha seseorang untuk belajar akan menjadi lebih sulit.
2. Kesuksesan
program pendidikan kurang dapat dinyatakan sebagai tujuan dan pencapaian kurang
dapat dibuktikan.
3. Keputusan-keputusan
penting terkait dengan masalah kurikulum dan metodetidak diambil berdasarkan
bukti-bukti yang kuat melainkan lebih berdasarkan pada perkiraan dan
cenderung plin-plan.
4. Kesempatan
menempuh pendidikan tidak berdasarkan bakat dan prestasinamun lebih berdasarkan
keturunan dan pengaruh yang dimiliki.
5. Hambatan
kelas sosial kurang dapat ditembus.
Kebijakan dan praktek ujian
nasional diharapkan dapat merangsang perubahan di internal sekolah, sektor-sektor dalam dunia
pendidikan maupun di bidang ideologi dan politik. Persiapan dan prosedur internal sekolah terkait ujian nasional jelas merupakan
target utama perubahan sistem ujian, salah satunya adalah kurikulum. Yang
dimaksudkan dengan perubahan kurikulum bukan hanya kurikulum resmi yang
menggambarkan apa yang seharusnya diajarkan oleh para pengajar tetapi juga
kurikulum yang benar-benar dilakukan; apa yang benar-benar diajarkan oleh
para pengajar dan apa yang benar-benar dikuasai oleh peserta didik.
Perubahan dalam sistem ujian seringkali sengaja didesainuntuk mempengaruhi
materi pembelajaran, upaya atau bahkan metode pembelajaran danterutama untuk
mempengaruhi usaha yang dilakukan peserta didik.
|
Selain itu, adanya tuntutan akuntabilitas juga mendorong
pemerintah dan pejabat pendidikan mencari dan mengimplementasikan berbagai cara untuk memperoleh data
faktual mengenai “produk” atau “hasil” dari institusi pendidikan atau sekolah
dengan cara mengevaluasi peserta didik sekaligus mengevaluasi kualitas sekolah.
Jika pemerintahmasih memandang ujian sebagai cara jitu untuk mengevaluasi mutu
pendidikan nasional maka sistem ujian perlu diubah. Perubahan tidak hanya pada
metode pengumpulan data tetapi juga mengembangkan kriteria evaluasi yang sesuai
dengan keberagaman populasisekolah dan perlunya mengubah standar prestasi bagi
populasi sekolah secara keseluruhan.
D. Makna dan Peranan Assessment
Evaluasi
atau penilaian (assessment ) merupakan bagian yang tak
terpisahkan(integral) dari seluruh proses pembelajaran. Assessment melibatkan
kegiatan pengumpulandan analisa informasi mengenai hasil pembelajaran peserta
didik dan didesain untuk memberikan informasi mengenai kegiatan
pembelajaran. Assessment juga diterapkan untuk mengidentifikasi apa
yang diketahui dan dipahami peserta didik, apa yang dapat mereka lakukan dan
mereka rasakan pada berbagai tahapan yang berbeda dalam proses pembelajaran yang
berlangsung. Tidak hanya guru, tetapi peserta didik juga
harus terlibataktif dalam menilai kemajuan belajar sebagai salah satu
upaya pengembangan critical thinking dan keterampilan self-assessmentf.
Setiap pihak yang menaruh perhatian pada assessment ; peserta
didik, guru, orang tua dan pengelola pendidikan, sebaiknya memiliki pemahaman
yang benar mengenai alasan dilakukannya assessment, apa yang dievaluasi,kriteria
sukses dan metode evaluasi yang diterapkan.
Menurut Sudjana (2005), kegiatan
penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana
tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasaioleh siswa dalam
bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh
pengalaman belajarnya. Selain itu, kegiatan penilaian juga dapat dilakukanuntuk
mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar
yangoptimal. Berdasarkan pengertian tersebut maka Assessment dapat
digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu formative assessment (penilaian
formatif) dan summative assessment (penilaian sumatif).
Penilaian formatif memberikan
informasi yang dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan pembelajaran selanjutnya.
Penilaian ini terjalin dalam pembelajaran dan menolong guru dan peserta didik
untuk mengetahui apa yang sudah diketahui dan apa yang dapat dilakukan oleh
peserta didik. Penilaian formatif mendukung pengajaran dengan cara memberikan
umpan balik secara teratur dan membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya, meningkatkan antusiasme ketika mengikuti pembelajaran, melakukan refleksi yang mendalam, mengembangkan kapasitas self-assessment
dan mengenali kriteria-kriteria sukses. Penilaian ini sangat menolong
pesertadidik yang berprestasi rendah untuk memperbaiki atau mempertajam
pemahaman merekasecara signifikan.
Penilaian sumatif bertujuan untuk
memberikan pengetahuan mendalam kepada guru dan peserta didik mengenai
pemahaman peserta didik. Penilaian sumatif merupakan kulminasi dari proses
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik menyajikan apa
yang telah mereka pelajari. Penilaian ini dapat mengevaluasi beberapa haldalam
waktu yang bersamaan, yaitu menginformasikan dan meningkatkan proses
belajar-mengajar dan mengukur pemahaman peserta didik terhadap
pembelajaran.Mengingat pentingnya penilaian sebagai bagian dalam proses
pembelajaran makaupaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya
memperhatikan beberapa prinsip. Prinsip penilaian yang perlu diperhatikan
adalah:
1.
|
Penilaian dirancang dengan baik sehingga kemampuan yang
dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian
diketahui dengan jelas.
2. Penilaian
hendaknya menjadi bagian integral dari proses pembelajaran sehingga senantiasa
dilaksanakan setiap saat dan berkesinambungan.
3. Penilaian
harus menggunakan berbagai alat penilaian dan bersifat komprehensif (aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik) sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif
dan benar-benar menggambarkan prestasi dan kemampuan pesertadidik.
4. Penilaian
harus diikuti dengan tindak lanjut. Hasil penilaian hendaknya dijadikan bahan
pertimbangan untuk menyusun program pembelajaran,memperbaiki
kelemahan-kelemahan pembelajaran dan membimbing siswa yangmasih kesulitan.
E. Studi Kasus
Pelaksanaan UN memang dapat
menjadi dilema bagi sekolah-sekolah tertentu di Indonesia, misalnya
sekolah-sekolah swasta berstandar internasional. Sekolah-sekolah tersebut
biasanya menggunakan kerangka kurikulum yang bersifat concept-based
learning yang relatif berbeda dengan kurikulum nasional yang umumnya
masih bersifat content-based learning dan berujung pada UN.
Meskipun terdapat perbedaan, sekolah-sekolah tersebut tetap harus mengikuti UN
karena merupakan bagian dalam sistem pendidikan Indonesia dan UN sudah
menjadi kebijakan Kemendikbud.
Salah satu contoh sekolah
tersebut adalah Sekolah Pilar Indonesia (SPI) yang berlokasi di kawasan Cibubur, Jakarta. SPI merupakan sekolah swasta berstandar internasional
yang menggunakan kerangka kurikulum internasional, yaitu kurikulum IB (
international baccaleureate ) program Primary Years Programme
untuk usia 3-12 tahun(TK-SD). PYP berfokus pada perkembangan holistik peserta
didik sebagai seorang inquirer baik di dalam maupun di luar kelas.
PYP merupakan kerangka pembelajaran yangmenekankan pada metode inquiry,
terdiri atas enam tema global (transdisciplinary themes) yang
dieksplorasi dengan pengetahuan dan keterampilan dari enam bidang yang
berbeda.Kerangka kurikulum IB-PYP sangatlah fleksibel sehingga masing-masing
sekolah dapatmengadaptasi program tersebut sesuai kebutuhan lokal maupun
nasional.
Adanya perbedaan antara kurikulum
yang diaplikasikan di sekolah dengankurikulum SD pada umumnya, sekolah harus
memikirkan strategi untuk mempersiapkan peserta didik
mengikuti UN. Strategi-strategi tersebut telah dilakukan sejak tahun ajaran2008/2009
dan dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi dilema yang dihadapi sertaterbukti
mampu meluluskan 100% peserta didiknya dengan jujur.
|
Kelas
|
Program
|
Frekuensi
|
Keterangan
|
IV
|
Tutorial
|
1 x seminggu (2 sesi)
|
Terintegrasi didalam jam pelajaran
|
V
|
Tutorial
|
1 x seminggu (2 sesi)
|
Terintegrasi didalam jam pelajaran
|
VI
|
Tutorial
Mentoring
Pertemuan dengan orang tua siswa
|
3 x seminggu
3 x seminggu
Tentatif
Tentatif
|
1 jam pelajaran tambahan diluar jam sekolah ( mapel UN )
Terintegrasi didalam pelajaran non UN
Peserta didik akan ditemani satu orang mentor dari kalangan guru
untuk memonitor perkembangan peserta didik untuk memotivasi
Menyampaikan perkembangan peserta didik untuk mengikut sertakan orang
tua dalam persiapan UN.
|
Memberikan tutorial untuk
kepentingan UN sebenarnya tidak sejalan dengan filosofi belajar yang dipercayai
pihak sekolah. Hal tersebut memang terasa menjadi “beban” karena di satu sisi
sekolah ingin mempertahankan idealisme belajar, tetapi di sisi lain para guru
dituntut untuk menyelesaikan materi guna memenuhi kebutuhan UN. Semuastrategi
yang diterapkan tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama antara peserta
didik,sekolah dan orang tua.
|
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
1. Ujian
Nasional merupakan suatu bentuk evaluasi (assessment ) sebagai pertanggung jawaban penyelenggara pendidikan
kepada semua stakeholders.
2. Assessment merupakan
bagian integral dalam proses pembelajaran yang dapat menggambarkan kemampuan
peserta didik dan dapat menjadi umpan balik untuk pengembangan
pembelajaran.
3. Ujian
Nasional bertujuan untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta
didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4. Evaluasi
yang sedang dan akan dikembangkan harus mempertimbangkan aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik ke dalam sistem ujian yang diselenggarakan.
5. Ujian
Nasional menjadi cara terbaik yang dimiliki pemerintah saat ini
untuk mengevaluasi program pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan
karenadianggap lebih murah dan lebih mudah serta dapat memberikan data faktual
yangdapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan.
- Saran
Pro dan Kontra dalam kurikulum
itu hal yang biasa karna pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk
memajukan pendidikan di indonesia agar lebih baik lagi. Antara pendidik dan
peserta didik harus saling bekerja sama dalam proses pelaksanaan pembelajaran.
|
DAFTAR PUSTAKA
Chan, S.M. & Sam, T.T. (2002) Kebijakanpendidikan era otonomi daerah: AnalisisSWOT.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ebel, R.L. (1980) Practical problem in educational
management . Houghton Mifflin.
IB Organization. (2009) Making the PYP Happen.
Cardiff: IB Organization
Kellaghan, T. & Greaney, V. (2001) Using assessment
to improve the quality of education.Paris: UNESCO International Institute
for Educational Planning.
KEMENDIKNAS. (2010) Panduan kebijakan pemanfaatan hasil ujian nasional untuk perbaikan
mutu pendidikan. Jakarta: Kemendiknas, p 2-7.
Noah, H.J. & Eckstein, M.A. (1992)
The two faces of examinations: A comparative and international
perspective. Oxford: Pergamon Press.
Miller, M.D., Linn, R.L. & Gronlund, N.E. (2009) Measurement and Assessment inTeaching .
New Jersey: Pearson Education.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 59 Tahun 2011[Internet]. [Diakses 19 September 2012].
Sudjana, N. (2005) Penilaian hasil proses belajar mengajar .
Bandung: RemajaRosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002
[Internet]. [Diakses 23 November 2012].
UNESCO. (2012).Five pillars of learning [Internet].
Yogyakarta: UNESCO. Tersediadalam <http://www.unesco.org> [Diakses 29 November 2012].
Website Info UN 2013. (2012) Jadwal ujian nasional 2012
[Internet]. Yogyakarta: WebsiteInfo UN 2013. Tersedia dalam <http://ujiannasional.org>
[Diakses 28 November 2012].
Yurnaldi. (2009) Semangat perdamaian dari perguruan
Diponegoro [Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com>
[Diakses 28 November 2012].
Yusuf, I. (2008) UN vs target kelulusan dan kejujuran
[Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com/> [Diakses 28 November
2012].
Yusuf, S.E. (2008)Tentang pendidikan yang memprihatinkan
[Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam: <http://nasional.kompas.com>
[Diakses 28 November 2012].
|