Senin, 16 Maret 2015

Pro dan Kontra UN| Makalah


MAKALAH
‘’PRO DAN KONTRA UN’’
Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu pendidikan
Dosen pengampu: Dicky surachman. M. Pd.i

DISUSUN  OLEH:
Nurjanah
NIM: 050113.1031
FKIP  PGSD  Semester 3 (A)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS PENDIDIKAN DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pro dan Kontra Ujian Nasional untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan.
Makalah Pro dan Kontra  ini berisikan tentang sejarah awal munculnya Ujian Nasional diindonesia, pelaksanaan UN diindonesia, mandated examination, makna dan peranan assessment dan studi kasus di lapangan pada sekolah pilar indonesia (SPI) di kawasan cibubur, jakarta.
Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.


Cirebon, 05 Februari  2015










i
 
 



i
 
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................  i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................   ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................   1
A.      Latar Belakang................................................................................................................. 1
B.      Rumusan Masalah..........................................................................................................  3
C.      Tujuan .............................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 4
A.      Sejarah Ujian Nasional .................................................................................................... 4
B.      Pelaksanaan UN di Indonesia.......................................................................................... 5
C.      Mandated Examination................................................................................................... 7
D.      Makna dan Peranan Assessment....................................................................................  9
E.       Studi Kasus....................................................................................................................  10
BAB III PENUTUP.................................................................................................................  12
A.      Kesimpulan...................................................................................................................  13
B.      Saran............................................................................................................................   13
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................................    14











ii
 
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar  Belakang
Apa yang terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar istilah “Ujian Nasional?” Ya, Ujian Nasional (UN) tentu sudah tidak asing di telinga para pelajar, orang tua, guru dan pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam dunia pendidikan. Masyarakat umumseringkali menafsirkan UN sebagai bagian akhir dari proses panjang pada satuan pendididikan tertentu  sebelum mereka  dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebihtinggi. Sebelum melaksanakan UN, para siswa juga harus menjalani serangkaian bentuk ujian yang nantinya hasil dari ujian-ujian tersebut dapat digunakan sebagai acuan apakahsiswa tersebut lulus atau tidak. Penyelengaraan UN ternyata banyak memunculkan pro dan kontra baik dilingkungan internal pendidikan maupun di lingkungan eksternal pendidikan. Yusuf, S.E.(2008),menyatakan bahwa evaluasi hasil belajar seperti UN tidak dapat mencapai tujuan pendidikan nasional  karena tingkah laku peserta didik dipengaruhi oleh materi yang akandiujikan. Jika yang diujikan adalah kumpulan hapalan pengetahuan maka mereka hanyaakan belajar materi yang diujikan dan mengabaikan berbagai pengalaman belajar yangtidak termasuk bahan ujian.
Munculnya perbedaan pendapat mengenai UN ternyata, disadari atau tidak,memicu kegelisahan dalam diri para peserta didik. Kegelisahan ini juga dirasakan olehseluruh warga sekolah, mulai dari siswa, guru, staf, kepala sekolah bahkan orang tua siswa.Pihak orang tua dan sekolah berupaya keras agar anak dan siswanya dapat lulus UN (bahkan ada beberapa pihak yang ekstrim menyatakan “yang penting lulus, apapuncaranya”). Para guru pun lebih terfokus untuk mengajarkan materi-materi yang munculdalam UN agar siswanya lulus 100% sehingga menghambat kreativitas para pengajar untuk menyediakan pembelajaran yang kreatif bagi para peserta didik. Lantas, apakah inigambaran pendidikan Indonesia yang ingin dicapai pada masa awal kemerdekaanIndonesia?

1
 
Kita akan menilik sejenak pada tujuan pendidikan nasional yang tersirat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “...mencerdaskan kehidupan bangsa...”.Bangsa yang cerdas direpresentasikan melalui profil warga negara yang cerdas. Warganegara yang cerdas merupakan pribadi yang tidak hanya cerdas secara kognitif tetapi juga mencerminkan nilai-nilai yang terdapat dalam dasar negara Indonesia, Pancasila. Nilai-nilai yang dimaksudkan adalah:
1.       Sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan pribadi yangmendasarkan pengetahuannya sebagai wujud pengakuannya terhadap TuhanYang Maha Esa.
2.       Sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab, mencerminkan pribadi yang mampu bersikap adil dan memanusiakan manusia lainnya.
3.        Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mencerminkan pribadi yang menunjung tinggi persatuan bangsa diatas kepentingan pribadi.
4.       Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, mencerminkan pribadi yang mampu mewujudnyatakan hikmat dan kebijaksanaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
5.       Sila kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mencerminkan pribadi yang menggunakan pengetahuannya untuk kebaikan seluruh umatmanusia terutama bangsanya.
Profil manusia Indonesia yang cerdas tentu saja perlu dikembangkan dengan menyediakan pembelajaran yang tidak hanya menekankan aspek kognitif tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) merekomendasikan lima pilar dasar pembelajaran yangsebaiknya diterapkan oleh seluruh program pendidikan, yaitu: 
1.       Learning to know. Setiap peserta didik mempunyai kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuannya dengan cara mengintegrasikan pengetahuan asli yang dimiliki dengan  pengetahuan yang berasal dari luar.Dengan demikian, peserta didik akan berpikir kritis untuk memaknai pembelajarannya.
2.       Learning to do.Peserta didik memiliki kemampuan dan kesempatan untuk mengaplikasikan apa yang sudah ia pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Tidak hanya mengaplikasikan tetapi juga dapat mengembangkan teori atau konsepintelektualitasnya.
3.       Learning to live together. Peserta didik menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari komunitas,  masyarakat lokal maupun global dan ia mempunyai peran untuk dapat bermanfaat bagi kesejahteraan umat manusia.
4.      

2
 
Learning to be. Pembelajaran sebaiknya membuka kesempatan kepada siapasaja untuk dapat mengembangkan potensi dirinya sehingga setiap individu dimampukan untuk belajar, mencari tahu, membangun dan mengunakan pengetahuannya untuk  mengatasi masalah-masalah yang terjadi. Pendidikan ukan untuk memenuhi tujuan pemerintah atau hanya sekear mencetak ilmuwan-ilmuwan.
5.       Learning to transform oneself and society. Peserta didik menyadarikebutuhannya untuk terus belajar sepanjang hayat sebagai bentuk transformasidiri dan berkontribusi dalam masyarakat.
Dalam rangka mengevaluasi pembelajaran yang sudah dilakukan di seluruh Indonesia dan mengacu pada tujuan pendidikan nasional, pemerintah menyusun suatumodel evaluasi. Model evaluasi yang diterapkan saat ini, Ujian Nasional, dikatakan sebagaisalah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.Makalah ini akan memaparkan sejarah sistem ujian akhir yang pernah dan masihditerapkan di Indonesia, bagaimana pelaksanaannya, pelaksanaan UN sebagai salah satu bentuk mandated examination,makna dan peranan assessment dalam proses pembelajaranserta menilik persiapan UN yang dilakukan oleh salah satu sekolah swasta di Jakarta.
  1. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Sejarah UN di Indonesia?
  2. Bagaimana Pelaksanaan UN di Indonesia?
  3. Apa yang dimaksud Mandated Examation?
  4. Apa Saja Makna dan Peranan Assessment?
  5. Bagaimana Study Kasus di Lapangan?

  1. Tujuan
  1. Agar Kita Mengetahui Sejarah UN di Indonesia.
  2. Agar Kita Mengetahui Pelaksanaan UN di Indonesia.
  3. Agar Kita Mengetahui Mandated Examation.

  4. 3
     
    Agar Kita Mengetahui Makna dan Peranan Assessment.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan berlandaskan pada tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah berusaha menyediakan pendidikan yang berkualitas kepada seluruh warga negara Indonesia. Pendidikan yang berkualitas diharapkan tersebar merata dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk menetapkan dan memantau standar pendidikan secara nasional. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mengevaluasi penyelenggaraan pendidikan. UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan sebagai bentuk akuanttabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak- pihak yang berkepentingan. Evaluasi tersebut dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

A.     Sejarah Ujian Nasional
Ujian Nasional (UN) merupakan sistem ujian akhir nasional yang berlaku diIndonesia saat ini. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2007, UN merupakan kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara  nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dalam pelaksanaannya, sistem ujian akhir memang tidak pernah lepas dari evaluasi dan penyempurnaan. Sejarah mencatat beberapa kali perubahan sistem ujian hingga saat inikita mengenalnya sebagai UN.
1.       Tahun 1965-1971. Sistem ujian akhir yang dilaksanakan disebut Ujian Negaradan berlaku untuk semua mata pelajaran. Pada periode ini, ujian masih tersentralisasi sehingga pelaksanaannya masih ditetapkan oleh pemerintah pusat.
2.       Tahun 1972-1979. Pada periode ini, ujian negara dihapuskan dan diganti dengan ujian sekolah. Sistem ini memberikan kewenangan pada tiap sekolah untuk menyelenggarakan ujian akhir masing-masing. Soal dan pemrosesan hasil pun diserahkan kepada pihak sekolah. Peran pemerintah pusat hanya menyusundan mengeluarkan pedoman ujian yang bersifat umum.
3.      

4
 
Tahun 1980-2000 diberlakukan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Sistem ini diterapkan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu pendidikan serta memperoleh indikator (nilai) yang bermakna “seragam” agar dapat menjadi bahan perbandingan antar sekolah. Dalam menyelenggarakan, Ebtanas disarankan mempunyai banyak kelemahan baik dari segi akademis maupun teknis penyelenggaraan. Kelemahan-kelemahanyang dijumpai, antara lain: (a) ketidak mampuan mengukur pencapaian prestasiakademik secara komprehensif, (b) pengujian dilakukan secara temporal dandalam waktu yang singkat, (c) proses pembelajaran tereduksi dan hanya berorientasi pada Ebtanas dan (d) Ebtanas hanya mampu  mengumpulkan informasi terkait dengan kemampuan kognitif saja.
4.       Tahun 2001-2004. Mengingat kelemahan-kelemahan yang muncul akibat Ebtanas, pada periode ini sistem ujian akhir diganti dengan Ujian Akhir Nasional (UAN). Perbedaan yang menonjol antara Ebtanas dengan UAN yang ada pada cara menentukan kelulusan siswa. Dalam Ebtanas, kelulusan siswaditentukan oleh kombinasi antara nilai semester I, nilai semester II dan nilai Ebtanas murni. Sedangkan dalam UAN, kelulusan siswa ditentukan oleh nilaimata pelajaran secara individual.
5.       Tahun 2005-sekarang. Untuk mendorong tercapainya wajib belajar yang bermutu, pemerintah menyelenggarakan ujian nasional untuk tingkat SMP danSMA atau sederajat. Sedangkan untuk tingkat SD atau sederajat Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) baru diterapkan pada tahun 2008 dankini nama yang digunakan adalah UN.

B.      Pelaksanaan UN di Indonesia
UN dilaksanakan satu tahun sekali menjelang akhir tahun ajaran. Untuk tingkat SMA dan SMP, UN diselenggarakan sekitar bulan April sedangkan untuk tingkat SD diselenggarakan sekitar bulan Mei. UN merupakan salah satu komponen yang menentukankelulusan peserta didik dari satuan pendidikan tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri No.59 tahun 2011, peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan setelah:
1.       menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
2.       memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran yang terdiri atas kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
3.       lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan danteknologi.
4.       lulus UN.

5
 
Kriteria kelulusan UN sendiri sempat mengalami beberapa kali perubahan. Nilai UN merupakan salah satu komponen dalam perhitungan nilai akhir (NA) selain nilaisekolah (NS). Berdasarkan peraturan menteri di atas, pada tahun ajaran 2011/2012, peraturan NA ditetapkan oleh satuan  pendidikan dalam rapat dewan guru (untuk SD dansederajat) atau dikembangkan oleh Badan Sertifikasi Nasional Pendidikan (BSNP) danditetapkan oleh menteri (untuk SMP, SMA dan sederajat). NA merupakan gabungan 40 % NS dari mata pelajaran yang diuji nasionalkan dan  60% nilai UN. Sedangkan peserta didik SMP atau SMA dan sederajat dinyatakan lulus UN jika nilai rata-rata dari semua NAminimal 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran minimal 4,0. Standar kelulusan ini sempatdikritisi oleh pakar pendidikan, Prof. Dr. Arief Rachman, M.Pd. Beliau mengemukakan bahwa dalam penetapan nilai ujian nasional rata-rata daerah harus dipertimbangkan karena jika kita mengacu pada standar mutu internasional, faktor keadilan (dalam hal ini nilai rata-rata daerah) harus dipertimbangkan.
Informasi mengenai hasil UN kemudian digunakan sebagai umpan balik bagi semua stakeholders untuk memperbaiki pembelajaran dan mutu pendidikan secara berkelanjutan.  Sedangkan bagi sekolah, data hasil UN disajikan dalam statistik deskriptif guna mengklasifikasikan kemampuan sekolah. Berikut ini adalah tabel klasifikasi sekolah berdasarkan hasil UN yang disajikan oleh Tim Balitbang Kemendiknas (2010).
No
Kriteria
Hasil UN
1
Baik Sekali (A)
Rerata nilai UN>7,50
2
Baik (B)
6,50<Rerata nilai UN ≤ 7,50
3
Sedang (C)
5,50 < Rerata nilai UN ≤ 6,50
4
Kurang (D)
4,50 < Rerata nilai UN ≤ 5,50
5
Kurang sekali (E)
Rerata nilai UN ≤ 4,50

Sebuah opini yang ditulis oleh Yusuf, I. dalam kompas.com (2008) memberikan pendapat bahwa keberhasilan pendidikan yang ditunjukkan oleh angka statistik keberhasilan UN sebenarnya semu. Ada dua hal penting terkait pelaksanaan UN, yaitu persentase yaitu persentase dan target kelulusan yang akan dicapai sekolah seharusnya berjalan beriringan dengan kejujuran dalam pelaksanaannya. kedua hal tersebut nampaknya sulit untuk berjalan beriringan mengingat masih banyak keterbatasan sarana-prasarana dan sumber daya manusia di berbagai daerah. Aplikasinya, sekolah cenderung memilih target kelulusanyang tinggi atau 100% dibandingkan memperjuangkan nilai kejujuran karena padakenyataannya, kualitas (prestise) sebuah sekolah dilihat dari seberapa tinggi tingkatkelulusan sekolah tersebut.
                Di tengah berbagai polemik yang muncul terkait penyelenggaraan UN, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Muhammad Nuh) menyatakan bahwa pemerintah akan tetap melaksanakan UN yang baik dan kredibel. Terdapat empat kunci keberhasilan UN yang baik dan kredibel, yaitu:
1.       UN dijamin kerahasiaan dan keamanannya. Jika berkas bocor atau hilang maka kredibilitas UN dipertaruhkan.
2.       Distribusi tepat waktu, tepat jumlah dan tepat bahan yang diujikan.
3.      

6
 
Kelancaran pelaksanaan UN dengan cara meminimalisir terjadinya kesalahan, seperti kesalahan soal.
4.       Sistem evaluasi harus dipastikan agar nilai rapor bisa menjamin bahwa nilaitersebut mencerminkan kemampuan peserta didik yang bersangkutan.
Jika keempat poin tersebut dilakukan maka fungsi pelaksanaan UN dapat terwujud. Fungsi tersebut adalah untuk mengukur dan menilai pencapaian kompetensi lulusan dalam mata pelajaran tertentu, untuk memetakan mutu pendidikan Indonesia pada tingkat dasar dan menengah, dan untuk memotivasi pihak-pihak terkait untuk bekerja lebih baik guna mencapai hasil ujian yang baik.
C.      Mandated Examination 
                Tidak hanya Indonesia, negara-negara di belahan dunia lainnya jugamenyelenggarakan UN pada tingkat sekolah dasar dan (sebagian) menengah. UNmerupakan salah satu bentuk  mandated examination (ujian yang diamanatkan atau di bawah pengawasan) yang didesain untuk menggambarkan tingkat pencapaian keseluruhansistem pendidikan, bukan pencapaian individu tertentu. Menurut Miller (2009), mandated examination memiliki beberapa kegunaan, yaitu:
1.       Hasil ujian dapat digunakan oleh para pembuat kebijakan pendidikan untuk mendeteksi kelemahan yang dimiliki.
2.       Sebagai alat untuk melakukan perubahan dalam bidang pendidikan.
3.       kondisi terkini dan kemajuan peserta didik serta kualitas sekolah.
4.       Memberikan hasil ujian yang akuntabel guna memotivasi guru dan pesertadidik untuk berusaha lebih baik.
Meskipun memiliki banyak kegunaan, tidak sedikit pula pihak-pihak yang mengkritik pelaksanaan ujian negara. Kritik yang muncul menyebutkan bahwa ujian dapat menimbulkan kecemasan, mengganggu konsep diri peserta didik, mengkotak-kotakkan peserta didik dan seringkali peserta didik membuat “ramalan” sendiri atas hasil ujian yang akan diterimanya. Kritik ini seharusnya ditujukan kepada para pengguna hasil ujian, bukan kepada ujian itu sendiri karena ujian dimaksudkan untuk membantu peserta didik meningkatkan dan mengembangkan pembelajarannya.
Motivasi pelaksanaan ujian negara memang tidak selalu tersampaikan dengan jelas. Namun demikian, pelaksanaan ujian di beberapa negara memuat beberapa motivasi(Kellaghan dan Greaney, 2001).
1.       Untuk meningkatkan standar pendidikan (beberapa negara menganggap standar pendidikan mereka perlu ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan lapangankerja).
2.       Untuk mempertahankan standar pendidikan yang sudah dimiliki.
3.       Untuk memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengambilkeputusan terkait dengan alokasi sumber daya pembelajaran untuk sistem pendidikan secara umum, sekolah-sekolah yang memiliki karakteristik khususdan sekolah berprestasi.
4.      

7
 
Untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk menetapkanakuntabilitas prestasi belajar peserta didik.
5.       Ujian negara dilakukan sebagai bagian dalam gerakan modernisasi, (mungkin)di bawah pengaruh pemberi modal, yang tidak terlalu memperhatikankesinambungan dan tidak memahami bagaimana memanfaatkan informasi yangdiperoleh.
6.       Untuk mengubah keseimbangan pengawasan dalam sistem pendidikan.
7.       Untuk mengimbangi lemahnya praktek penilaian atau evaluasi yang dilakukan oleh para guru.
Terlepas dari motivasi apapun yang menyertai di balik penyelenggaraannya, ujian dapat menjadi cara ampuh untuk mempengaruhi kualitas guru mengajar dan peserta didik belajar di sekolah. Selain lebih murah, cara ini juga dianggap lebih mudah karena bisa di instruksikan oleh pihak luar sekolah (contohnya pemerintah). Hasil ujian yang dapatdilihat dan diwartakan secara rutin oleh media juga menjadi salah satu alasan penerapanujian negara. Ebel (1980) juga menyebutkan beberapa konsekuensi yang mungkin muncul jika ujian tidak dilakukan, yaitu:
1.       Dorongan dan penghargaan atas usaha seseorang untuk belajar akan menjadi lebih sulit.
2.       Kesuksesan program pendidikan kurang dapat dinyatakan sebagai tujuan dan pencapaian kurang dapat dibuktikan.
3.       Keputusan-keputusan penting terkait dengan masalah kurikulum dan metodetidak diambil berdasarkan bukti-bukti yang kuat melainkan lebih berdasarkan pada perkiraan dan cenderung plin-plan.
4.       Kesempatan menempuh pendidikan tidak berdasarkan bakat dan prestasinamun lebih berdasarkan keturunan dan pengaruh yang dimiliki.
5.       Hambatan kelas sosial kurang dapat ditembus.
Kebijakan dan praktek ujian nasional diharapkan dapat merangsang perubahan di  internal sekolah, sektor-sektor dalam dunia pendidikan maupun di bidang ideologi dan politik. Persiapan dan prosedur internal sekolah terkait ujian nasional jelas merupakan target utama perubahan sistem ujian, salah satunya adalah kurikulum. Yang dimaksudkan dengan perubahan kurikulum bukan hanya kurikulum resmi yang menggambarkan apa yang seharusnya diajarkan oleh para pengajar tetapi juga kurikulum yang benar-benar dilakukan; apa yang benar-benar diajarkan oleh para pengajar dan apa yang benar-benar dikuasai oleh peserta didik. Perubahan dalam sistem ujian seringkali sengaja didesainuntuk mempengaruhi materi pembelajaran, upaya atau bahkan metode pembelajaran danterutama untuk mempengaruhi usaha yang dilakukan peserta didik.

8
 
Selain itu, adanya tuntutan akuntabilitas juga mendorong pemerintah dan pejabat pendidikan mencari dan mengimplementasikan berbagai cara untuk memperoleh data faktual mengenai “produk” atau “hasil” dari institusi pendidikan atau sekolah dengan cara mengevaluasi peserta didik sekaligus mengevaluasi kualitas sekolah. Jika pemerintahmasih memandang ujian sebagai cara jitu untuk mengevaluasi mutu pendidikan nasional maka sistem ujian perlu diubah. Perubahan tidak hanya pada metode pengumpulan data tetapi juga mengembangkan kriteria evaluasi yang sesuai dengan keberagaman populasisekolah dan perlunya mengubah standar prestasi bagi populasi sekolah secara keseluruhan.
D.     Makna dan Peranan Assessment 
                Evaluasi atau penilaian (assessment ) merupakan bagian yang tak terpisahkan(integral) dari seluruh proses pembelajaran. Assessment melibatkan kegiatan pengumpulandan analisa informasi mengenai hasil pembelajaran peserta didik dan didesain untuk memberikan informasi mengenai kegiatan pembelajaran. Assessment juga diterapkan untuk mengidentifikasi apa yang diketahui dan dipahami peserta didik, apa yang dapat mereka lakukan dan mereka rasakan pada berbagai tahapan yang berbeda dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Tidak hanya guru, tetapi peserta didik juga harus terlibataktif dalam menilai kemajuan belajar sebagai salah satu upaya pengembangan critical thinking dan keterampilan self-assessmentf. Setiap pihak yang menaruh perhatian pada assessment ; peserta didik, guru, orang tua dan pengelola pendidikan, sebaiknya memiliki pemahaman yang benar mengenai alasan dilakukannya assessment, apa yang dievaluasi,kriteria sukses dan metode evaluasi yang diterapkan.
Menurut Sudjana (2005), kegiatan penilaian adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasaioleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya. Selain itu, kegiatan penilaian juga dapat dilakukanuntuk mengetahui keefektifan pengalaman belajar dalam mencapai hasil belajar yangoptimal. Berdasarkan pengertian tersebut maka Assessment dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu  formative assessment (penilaian formatif) dan summative assessment (penilaian sumatif).
Penilaian formatif memberikan informasi yang dapat digunakan oleh guru untuk merencanakan pembelajaran selanjutnya. Penilaian ini terjalin dalam pembelajaran dan menolong guru dan peserta didik untuk mengetahui apa yang sudah diketahui dan apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik. Penilaian formatif mendukung pengajaran dengan cara memberikan umpan balik secara teratur dan membantu peserta didik mengembangkan pengetahuan dan pemahamannya, meningkatkan antusiasme ketika mengikuti pembelajaran, melakukan refleksi yang mendalam, mengembangkan kapasitas self-assessment  dan mengenali kriteria-kriteria sukses. Penilaian ini sangat menolong pesertadidik yang berprestasi rendah untuk memperbaiki atau mempertajam pemahaman merekasecara signifikan.
Penilaian sumatif bertujuan untuk memberikan pengetahuan mendalam kepada guru dan peserta didik mengenai pemahaman peserta didik. Penilaian sumatif merupakan kulminasi dari proses pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada peserta didik menyajikan apa yang telah mereka pelajari. Penilaian ini dapat mengevaluasi beberapa haldalam waktu yang bersamaan, yaitu menginformasikan dan meningkatkan proses belajar-mengajar dan mengukur pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran.Mengingat pentingnya penilaian sebagai bagian dalam proses pembelajaran makaupaya merencanakan dan melaksanakan penilaian hendaknya memperhatikan beberapa prinsip. Prinsip penilaian yang perlu diperhatikan adalah:
1.      

9
 
Penilaian dirancang dengan baik sehingga kemampuan yang dinilai, materi penilaian, alat penilaian dan interpretasi hasil penilaian diketahui dengan jelas.
2.       Penilaian hendaknya menjadi bagian integral dari proses pembelajaran sehingga senantiasa dilaksanakan setiap saat dan berkesinambungan.
3.       Penilaian harus menggunakan berbagai alat penilaian dan bersifat komprehensif  (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) sehingga hasil yang diperoleh lebih objektif dan benar-benar menggambarkan prestasi dan kemampuan pesertadidik.
4.       Penilaian harus diikuti dengan tindak lanjut. Hasil penilaian hendaknya dijadikan bahan pertimbangan untuk menyusun program pembelajaran,memperbaiki kelemahan-kelemahan pembelajaran dan membimbing siswa yangmasih kesulitan.

E.      Studi Kasus
Pelaksanaan UN memang dapat menjadi dilema bagi sekolah-sekolah tertentu di Indonesia, misalnya sekolah-sekolah swasta berstandar internasional. Sekolah-sekolah tersebut biasanya menggunakan kerangka kurikulum yang bersifat concept-based learning yang relatif berbeda dengan kurikulum nasional yang umumnya masih bersifat content-based learning dan berujung pada UN. Meskipun terdapat perbedaan, sekolah-sekolah tersebut tetap harus mengikuti UN karena merupakan bagian dalam sistem pendidikan Indonesia dan UN sudah menjadi kebijakan Kemendikbud.
Salah satu contoh sekolah tersebut adalah Sekolah Pilar Indonesia (SPI) yang berlokasi di kawasan Cibubur, Jakarta. SPI merupakan sekolah swasta berstandar internasional yang menggunakan kerangka kurikulum internasional, yaitu kurikulum IB ( international baccaleureate ) program Primary Years Programme untuk usia 3-12 tahun(TK-SD). PYP berfokus pada perkembangan holistik peserta didik sebagai seorang inquirer baik di dalam maupun di luar kelas. PYP merupakan kerangka pembelajaran yangmenekankan pada metode inquiry, terdiri atas enam tema global (transdisciplinary themes) yang dieksplorasi dengan pengetahuan dan keterampilan dari enam bidang yang berbeda.Kerangka kurikulum IB-PYP sangatlah fleksibel sehingga masing-masing sekolah dapatmengadaptasi program tersebut sesuai kebutuhan lokal maupun nasional.
Adanya perbedaan antara kurikulum yang diaplikasikan di sekolah dengankurikulum SD pada umumnya, sekolah harus memikirkan strategi untuk mempersiapkan peserta didik mengikuti UN. Strategi-strategi tersebut telah dilakukan sejak tahun ajaran2008/2009 dan dianggap sebagai cara terbaik untuk mengatasi dilema yang dihadapi sertaterbukti mampu meluluskan 100% peserta didiknya dengan jujur.





10
 
 


Kelas
Program
Frekuensi
Keterangan
IV
Tutorial
1 x seminggu (2 sesi)
Terintegrasi didalam jam pelajaran
V
Tutorial
1 x seminggu (2 sesi)
Terintegrasi didalam jam pelajaran
VI
Tutorial





Mentoring




Pertemuan dengan orang tua siswa
3 x seminggu


3 x seminggu


Tentatif




Tentatif
1 jam pelajaran tambahan diluar jam sekolah ( mapel UN )

Terintegrasi didalam pelajaran non UN

Peserta didik akan ditemani satu orang mentor dari kalangan guru untuk memonitor perkembangan peserta didik untuk memotivasi

Menyampaikan perkembangan peserta didik untuk mengikut sertakan orang tua dalam persiapan UN.

Memberikan tutorial untuk kepentingan UN sebenarnya tidak sejalan dengan filosofi belajar yang dipercayai pihak sekolah. Hal tersebut memang terasa menjadi “beban” karena di satu sisi sekolah ingin mempertahankan idealisme belajar, tetapi di sisi lain para guru dituntut untuk menyelesaikan materi guna memenuhi kebutuhan UN. Semuastrategi yang diterapkan tidak akan berhasil tanpa adanya kerjasama antara peserta didik,sekolah dan orang tua.












11
 
 


BAB III
PENUTUP

  1. Kesimpulan
1.       Ujian Nasional merupakan suatu bentuk evaluasi (assessment ) sebagai  pertanggung jawaban penyelenggara pendidikan kepada semua stakeholders.
2.       Assessment merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran yang dapat menggambarkan kemampuan peserta didik dan dapat menjadi umpan balik untuk  pengembangan pembelajaran.
3.       Ujian Nasional bertujuan untuk mengukur dan menilai kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
4.       Evaluasi yang sedang dan akan dikembangkan harus mempertimbangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik ke dalam sistem ujian yang diselenggarakan.
5.       Ujian Nasional menjadi cara terbaik yang dimiliki pemerintah saat ini untuk mengevaluasi program pendidikan dan meningkatkan kualitas pendidikan karenadianggap lebih murah dan lebih mudah serta dapat memberikan data faktual yangdapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan.

  1.  Saran
Pro dan Kontra dalam kurikulum itu hal yang biasa karna pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memajukan pendidikan di indonesia agar lebih baik lagi. Antara pendidik dan peserta didik harus saling bekerja sama dalam proses  pelaksanaan pembelajaran.









12
 
 


DAFTAR PUSTAKA

Chan, S.M. & Sam, T.T. (2002) Kebijakanpendidikan era otonomi daerah: AnalisisSWOT.    Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ebel, R.L. (1980) Practical problem in educational management . Houghton Mifflin.
IB Organization. (2009) Making the PYP Happen. Cardiff: IB Organization
Kellaghan, T. & Greaney, V. (2001) Using assessment to improve the quality of education.Paris: UNESCO International Institute for Educational Planning.
KEMENDIKNAS. (2010) Panduan kebijakan pemanfaatan hasil ujian nasional untuk  perbaikan mutu pendidikan. Jakarta: Kemendiknas, p 2-7. 
Noah, H.J. & Eckstein, M.A. (1992) The two faces of examinations: A comparative and international perspective. Oxford: Pergamon Press.
Miller, M.D., Linn, R.L. & Gronlund, N.E. (2009) Measurement and Assessment inTeaching . New Jersey: Pearson Education.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2011[Internet]. [Diakses 19 September 2012].
Sudjana, N. (2005) Penilaian hasil proses belajar mengajar . Bandung: RemajaRosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2002 [Internet]. [Diakses 23 November 2012].
UNESCO. (2012).Five pillars of learning [Internet]. Yogyakarta: UNESCO. Tersediadalam <http://www.unesco.org> [Diakses 29 November 2012].
Website Info UN 2013. (2012) Jadwal ujian nasional 2012 [Internet]. Yogyakarta: WebsiteInfo UN 2013. Tersedia dalam <http://ujiannasional.org> [Diakses 28 November 2012].
Yurnaldi. (2009) Semangat perdamaian dari perguruan Diponegoro [Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com> [Diakses 28 November 2012].
Yusuf, I. (2008) UN vs target kelulusan dan kejujuran [Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam <http://nasional.kompas.com/> [Diakses 28 November 2012].
Yusuf, S.E. (2008)Tentang pendidikan yang memprihatinkan [Internet]. Yogyakarta:KOMPAS.com. Tersedia dalam: <http://nasional.kompas.com> [Diakses 28 November 2012].

13